Thursday 14 August 2014

Xin Chào, Ho Chi Minh City!

Ho Chi Minh City, Vietnam
25 Agustus 2013
Beberapa bulan sebelum ke Vietnam…Saya menonton sebuah film Korea yang lumayan lawas (2008) berjudul Sunny – Someone Dear is Far Away. Film ini diperankan oleh Soo Ae sebagi Sunny. Berlatar tahun 1970-an awal,  Sunny jauh-jauh dari Korea Selatan pergi ke Saigon hanya untuk mencari suaminya yang  tiada kabar. Suaminya adalah seorang tentara Korea Selatan yang bertugas sebagai tentara negara sekutu Amerika di Vietnam Selatan yang berperang melawan komunis Vietnam Utara. Untuk dapat melanjutkan pencarian suaminya, karena sesuatu hal, Sunny terpaksa menjadi penyanyi suatu band Korea yang mengharuskan dia berpenampilan seksi jauh dari penampilan biasa dia yang sederhana. Bekerja untuk menghibur tentara-tentara baik itu tentara Amerika maupun tentara Korea Selatan sendiri. Terdengar kabar bahwa suaminya tersebut berada di utara yang merupakan kawasan musuh. Lalu apakah Sunny berhasil menemuinya someone dear nya itu di tengah pecahnya perang Vietnam yang memanas saat itu?? Tonton aja yaa kelanjutannya…

Bukan promosi Sunny
Baiklah..Saya memutuskan solo traveling ke negara ini bukanlah terinspirasi dari kisah si Sunny untuk mencari keberadaan pujaan hati di Vietnam. Walaupun Vietnam bukanlah tempat wisata yang lazim atau paling sering dikunjungi oleh wisatawan kita (Indonesia) tetapi bagi saya merasakan secara langsung eksotisme negara yang mendapat julukan Paris of the Orient adalah suatu pengalaman yang tak ternilai harganya.

Sejarah Ho Chi Minh City…Oleh warga lokal Vietnam, Ho Chi Minh City sebenarnya lebih dikenal dengan nama Saigon. Penggunaan nama Saigon resmi dipakai sejak masa penjajahan Prancis di Vietnam. Pada masa itu, Saigon disulap  dengan pembangunan gedung-gedung mewah dan megah ala Prancis. Tak heran jika aksitektur bangunan di Saigon bergaya Prancis. Tahun 1940-an Vietnam pun jatuh dalam pendudukan Jepang . Setelah Jepang kalah pada Perang Dunia II, kelompok nasionalis yang dipimpin Ho Chi Minh City di Hanoi memproklamirkan kemerdekaan Vietnam. Namun kemerdekaan ini berujung kerusuhan hingga Saigon kembali diduduki Prancis. Akibat pendudukan ini meletuslah Perang Indochina pertama. Kelompok nasionalis komunis terus melakukan perlawanan. Perang ini berakhir tahun 1954 melalui perundingan Jenewa. Yang menyepakatin pemecahan Vietnam menjadi 2 : Vietnam Utara yang berhaluan komunis dan Vietnam Selatan yang berhaluan kapitalis. Sejak itu Saigon dijadikan ibukota Vietnam Selatan. Perang  Indochina kedua kembali meletus pada tahun 1960-an. Saigon pun mengalami masa suram pada saat ini. Wilayah kota hancur total. Perang ini berakhir tahun 1975, ditandai dengan takluknya Saigon yang berada dibawah pengaruh Amerika & sekutunya oleh Vietnamese People’s Army pimpinan komunis dari Hanoi. Setelah Saigon jatuh di bawah pemerintahan komunis Vietnam Utara, nama kota diganti menjadi Ho Chi Minh City sebagai nama resmi yang digunakan sampai sekarang. Dan sejak itu pula Vietnam resmi sebagai negara yang menyatukan kekuatan utara dan selatan di bawah ideologi komunis.

..............................................

Pesawat Air Asia dengan nomor penerbangan AK 1456 membawa saya terbang dari Kuala Lumpur  selama 1 jam 50 menit ke Ho Chi Minh City. Sekitar jam 12.50 waktu Vietnam (lebih lambat 1 jam dari waktu Kuala Lumpur atau sama dengan WIB), pesawat mendarat di bandara Internasional Tan Son Nhat Terminal 2. Keluar dari garbarata menuju immigration counter. Pada saat itu, antrian  imigrasi cukup panjang di setiap konter sehingga saya harus menunggu sekitar 30 menit  untuk mendapat giliran check paspor. Untuk wisatawan Indonesia, Vietnam sudah lama memberlakukan bebas visa selama 30 hari baik perjalanan darat maupun udara. Hanya dengan menunjukkan paspor yang berlaku & incoming flight number kepada petugas imigrasi, langsung mendapat cap paspor kedatangan Vietnam.

Tan Son Nhat International Airport 
Tan Son Nhat International Airport di Ho Chi Minh City adalah bandara terbesar di Vietnam dan menjadi pintu masuk utama ke negara ini. Meskipun ukuran bandara ini jauh lebih kecil dibandingkan Bandara Soekarno Hatta, gedung terminal international terlihat modern dan bersih. Papan petunjuk arah dalam bahasa Inggris cukup banyak & jelas sehingga memudahkan saya yang pertama kali mengunjungi Vietnam.

Fasilitas yang dimiliki bandara ini pun cukup lengkap. Tempat pengambilan bagasi terletak di ground floor terminal kedatangan. Setelah melewati bagian bea cukai bandara/ customs clearance, sisi kiri dan kanan terdapat beberapa tempat penukaran uang (money changer). Saya menukar uang 100 USD ke mata uang Dong Vietnam sebesar 2.000.000,- VDN (20.000,- VDN/USD). Nilai tukar Dong terhadap Dollar di Tan Son Nhat lebih kecil jika dibandingkan dengan menukar uang di money charger luar airport yang bernilai 21.100,- VDN/USD (kurs, Agustus 2013). Jika ingin menukar uang di bandara sebaiknya seperlunya saja dahulu atau menarik uang di mesin ATM yang mempunyai logo visa/mastercard, tentunya akan dikenakan biaya setiap transaksi penarikan.

Sebenarnya simcard Telkomsel yang saya pakai di Indonesia sudah memiliki kerja sama dengan operator telepon seluler di Vietnam. Jadi, handphone saya tetap bisa digunakan untuk sekedar menelpon dan sms dengan dikenakan tarif roaming. Tetapi untuk kelancaran komunikasi (browsing, chating media social, dsb) selama di Ho Chi Minh City, saya membeli simcard lokal Vietnam yaitu Vinaphone .Terdapat beberapa gerai kios telepon seluler di ground floor terminal kedatangan ini. Salah satunya Vinaphone yang terletak di ujung sebelah kiri sebelum exit door terminal. Dengan harga  149.000,- VDN atau sekitar 74.000,- IDR,harga sudah termasuk paket internet.

Tujuan pertama saya adalah rumah Linh yang terletak di Nguyen Thai Son. Linh adalah seorang couchsurfer Vietnam. Dia bersedia menampung saya di rumahnya selama saya tinggal di Ho Chi Minh City. Untuk mencapai kawasan tersebut atas saran Linh saya menaiki taxi “Vinasun” yang banyak parkir di depan arrival hall terminal international. Taxi ini cukup terpercaya dan tarifnya menggunakan argometer sesuai jarak. Untuk menghindari kemungkinan scam tarif taxi karena di bawa berkeliling tidak jelas. Sebelum argometer taxi berjalan, memastikan si supir taxi untuk benar-benar paham alamat Linh yang saya tulis di selembar kertas. Dengan cara membiarkan dia mengobrol dengan Linh melalui telepon untuk menjelaskan alamat tersebut. Karena supir taxi akan lebih paham jika dijelaskan dalam bahasa Vietnam daripada bahasa Inggris. Jarak dari airport ke Nguyen Thai Son sekitar 4.5 km dikenakan tarif 80.000,- VDN.

Tampilan Vinasun Taxi yang terlihat cukup mewah
Jika anda ingin Pham Ngu Lau yaitu kawasan hunian backpacker yang berjarak 8 km dari bandara. Transportasi paling murah dari bandara dengan menggunakan bus ber AC nomor 152 . Bus ini biasa ngetem di depan terminal International. Dengan tarif 4.000 VDN di tambah 4.000 VDN untuk tiap tas yang dibawa penumpang. Terminal Bus Ben Thanh Market merupakan perhentian terakhir. Tidak jauh dari sini, kawasan Pham Ngu Lao bisa dijangkau dengan berjalan kaki.

Jalanan Ho Chi Minh City yang didominasi oleh super banyaknya sepeda motor mengakibatkan kemacetan tidak dapat dihindari. Udara yang begitu panas siang itu ditambah lagi asap kendaraan bermotor. Kota ini terlihat sedang berusaha mempercantik diri, terlihat dari beberapa pembangunan proyek pemerintah di perjalanan saya menuju Nguyen Thai Son pun. Gedung-gedung tinggi bahkan bisa dihitung dengan jari di sini. Begitulah tampilan Ho Chi Minh City pertama kali menyambut saya.

Xin Chào Ho Chi Minh City...
Hai Ho Chi Minh City...

Bertemu dengan Linh yang begitu hangat menyambut saya di depan jalan rumahnya. Dan beruntung bisa bertemu dengan orang tua Linh yang kebetulan datang dari luar kota Ho Chi Minh. Kebersamaan khas keluarga Vietnam bisa saya rasakan dari cara mereka berinteraksi. Sama seperti Indonesia yang mengenal tutur bahasa dalam panggilan, saya bertanya kepada Linh bagaimana saya memanggilnya karena dia berusia lebih senior dari saya. Maka saya memanggil Linh dengan sebutan “chi” yang berarti kakak untuk perempuan.

Chi (kakak) Linh, host "couchsurfing" saya selama di Ho Chi Minh City. Abaikan jika wajah saya kelihatannya malah berwajah lebih tua dibanding chi Linh!

No comments:

Post a Comment