Thursday 11 September 2014

Melintasi Batas Negara Vietnam dan Kamboja

 From Ho Chi Minh City to Phnom Penh (source : google map)
Tadinya saya berencana menaiki bus tengah malam yang akan membawa saya menuju Kamboja. Namun pada malam terakhir saya di Ho Chi Minh, chi Linh mengajak saya dinner sekaligus hangout bersama temannya. Jadi, saya memutuskan untuk berangkat dari Ho Chi Minh ke Phnom Penh menggunakan bus jam 09.30 pagi keesokan harinya. Saya memesan langsung tiket bus Kumho Samco (Saigon - Phnom Penh) melalui VietSea Tourist  seharga  11 USD atau sekitar 230.000 VND.  

Jadwal Keberangkatan & Harga Tiket Bus dari Saigon (Ho Chi Minh City) ke Phnom Penh (source : VietSea Tourist)

Comfortable Air Conditioner Kumho Samco Bus 


Saigon, 28 Agustus 2013
Bus berangkat dari Pham Ngu Lao Street sesuai waktu yang dijadwalkan. Tanpa harus menunggu kursi-kursi terisi penuh oleh penumpang. Fasilitas bus Kumho menurut saya sangat nyaman untuk menempuh 6 jam perjalanan menuju Phnom Penh. Jarak antar kursi lumayan luas. Tersedia toilet di dalam bus. Untuk kenyamanan tempat duduk, backpack besar masukkan saja ke dalam kompartemen bagasi yang terletak di sisi kiri kanan bus. Sebagai welcoming services, seorang guide yang ikut serta dalam perjalanan ini, membagikan satu botol air mineral dan tisu basah gratis kepada penumpang. 

Ho Chi Minh City – Moc Bai Border Crossing
Untuk mencapai perbatasan Vietnam – Kamboja memerlukan waktu sekitar 2 jam (68.5 km). Sebelum mencapai daerah perbatasan, guide Kumho menawarkan jasa untuk mengurus Cambodia Visa on Arrival bagi penumpang yang memerlukan. Karena WNI bebas visa ke Kamboja, saya tidak perlu membayar 25 USD untuk VoA. Cukup melengkapi data kartu kedatangan Imigrasi Kamboja yang diberikan guide Kumho.

Arrival Card Immigration Cambodia 

Moc Bai Border Crossing (source : google)

Sampai di Moc Bai Border, kami dipersilahkan turun dari bus dengan membawa barang berharga saja sedangkan backpack di dalam bagasi tidak perlu dibawa (penjelasan dari guide Kumho). Menuju gedung Imigrasi Vietnam untuk pemeriksaan paspor. Tidak perlu mengikuti barisan antrian cap paspor personal karena guide Kumho secara kolektif telah mengumpulkan seluruh paspor kami. Tinggal menunggu petugas imigrasi memanggil nama kami satu persatu untuk melewati pemeriksaan paspor. 

Keluar dari gedung Imigrasi Vietnam lanjut berjalan melewati border sejauh 200 m melintasi Bavet Border, menuju gedung Imigrasi Kamboja. Mengantri untuk menyerahkan kartu kedatangan yang telah diisi tadi kepada petugas. Kemudian memperoleh cap paspor kedatangan. Alhamdulillah saya tidak menemukan kesulitan yang berarti untuk mendapatkan ijin berkunjung ke Kamboja.

Menurut saya poses imigrasi kedua negara ini tidaklah ribet. Sayang saya tak banyak mendokumentasikan foto di sini karena peraturan yang melarang mengambil foto terutama pada saat proses pemeriksaan imigrasi.

Tm bit (goodbye), Vit Nam!

Suosday (halo), Kampouchea!!

Suasana berbeda begitu terasa ketika memasuki Kamboja yaitu penggunaan alfabet yang mirip tulisan Thailand. Namun orang di Kamboja lebih familiar berbahasa Inggris dengan aksen yang jelas dibanding dengan english aksen orang Vietnam yang kebanyakan sulit saya mengerti. Hal lain yang paling mencolok begitu menginjakkan kaki di Kamboja adalah keberadaan gedung-gedung kasino mewah di pintu gerbang perbatasan dengan Vietnam.

Sebelum melanjutkan perjalanan menuju Phnom Penh. Bus berhenti di sebuah rumah makan karena waktu lunch telah tiba. Rupanya transaksi pembayaran di Kamboja lebih umum menggunakan Dollar Amerika (USD) dibanding mata uang Kamboja sendiri “Riel” (KHR). Kembalian transaksi yang nilainya kurang dari 1 USD dibayar dengan Riel.  By the way, meskipun nilai mata riel sangat tidak stabil terhadap dollar, ternyata nilai riel lebih tinggi dibanding dengan rupiah  (1 KHR = 2.494,- IDR, kurs 31 Juli 2013).



Menu makan siang pertama saya di Kamboja . Dengan sepiring nasih putih, ikan kembung bakar dan irisan mangga pedas sebagai sambel. Gambar paling kanan adalah  Intip manis buatan Kamboja, digoreng gurih dan dibalur parutan halus kelapa. Cemilan saya sepanjang perjalanan menuju Phnom Penh. Murah, enak dan Semoga halal! Bismillah...

Melanjutkan perjalanan menuju ibukota Kamboja. Jalanan cukup mulus mirip dengan jalan lintas Sumatera dengan pemandangan asri khas perkampungan. Ketika bus kami harus menaiki feri untuk menyebrang sungai, barulah terlihat bahwa Kamboja masih tertinggal dibanding negara tetangganya. Tidak ada jembatan yang menghubungkan jalur lintas daerah ke ibukota negara ini.

Satu-satunya sarana untuk mencapai Phnom Penh adalah menyebrangi Sungai Mekong dengan menggunakan feri

Gambaran nyata Kamboja sebagai salah satu negara termiskin di dunia pun semakin tampak. Kapal feri penyebrangan penuh dengan pedagang asongan anak-anak dengan tampilan kumuh menawarkan dagangannya kepada kami. Kasihan sekali :(

Pemberhentian terakhir bus adalah kantor agen bus Kumho yang terletak di bilangan Preah Sihanouk Boulevard.

Saya memulai cerita menjelajah Phnom Penh yang  dulu pernah dianggap sebagai kota tercantik di Asia Tenggara “Pearl of Asia” dari tuktuk Bong Toni ini :)

No comments:

Post a Comment